KM. Portal Himpas -- Untuk mengurangi resiko bencana akibat
perubahan pola iklim terhadap pola tanam di Kabupaten Bima, Pemerintah
Kabupaten Bima bekerjasama dengan World Neighbours (WN), AusAid dan
Gerakan Masyarakat Untuk Pelestari Alam (GEMPITA) menyelenggarakan
Lokakarya Pengurangan Resiko Bencana Hasil Kajian Pola Curah Hujan dan Pola
Tanam di Kabupaten Bima Kamis (27/8) di aula kantor Bima.
Lokakarya dibuka secara resmi oleh Bupati Bima yang diwakili Sekretaris Daerah Kabupaten Bima. Pada acara yang mengundang SKPD Rumpun pertanian dan SKPD teknis lainnya, BMKG dan perwakilan masyarakat di Lokasi Bencana, Sekda kabupaten Bima Drs. H.M. Taufik, HAK, M.Si dalam arahannya mengatakan, kepala dinas berperan penting merealisasikan visi dan misi pemerintah. Lokakarya ini penting untuk merumuskan langka-langkah strategis penanaganan bencana kekeringan di Bima ke depan.
Di hadapan 30 peserta yang berasal dari beragam elemen tersebut, sekda menjelaskan perlu ada kerjasama dan kebersamaan dalam berpikir. Intinya adalah bagaimana lokakarya melahirkan satu agenda dan langkah yang akan dijabarkan dalam mengatasi bencana kekeringan khususnya pada sektor pertanian. "Pola tanam dipengaruhi oleh curah hujan dan untuk mengurangi resiko akibat kekeringan ini maka perlu dilakukan kajian mendalam dampak iklim ini". Kata Sekda.
Taufik memaparkan, "Pemerintah daerah berkewajiban memprioritaskan sektor pertanian karena langsung berpengaruh berhadap kehidupan mayoritas penduduk. Sehingga penanganan sektor pertanian dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Artinya, "bila sektor pertanian bagus, maka dengan sendirinya akan meningkatkan derajat kehidupan masyarakat Bima". Jelas Sekda.
Pada sesi diskusi, yang dipandu Kabid Kebencanaan BPBD kabupaten Bima, Direktur LSM Gerakan Masyarakat Untuk Pelestari Alam (GEMPITA) Rahmah dalam penjelasannya memaparkan, "lembaga yang dipimpinnya fokus pada lima desa di lingkar utara kecamatan Sanggar dan Tambora dan mudah-mudahan ke depan ada penambahan penyebaran desa yang diintervensi melalui program.
Rahmah menjelaskan, "Lokakarya ini merupakan lanjutan kajian resiko iklim di lokasi rawan bencana kekeringan dan lokakarya tingkat kabupaten. Perubahan iklim merupakan bagian yang berkontribusi dalam terjadinya bencana".
Rahmah menjelaskan, "desa di Kecamatan Sanggar dan Tambora termasuk dalam priotitas I peta kerawanan pangan, sehingga perlu diketahui pola tanam yang cocok agar wilayah tersebut keluar dari kondisi rawan Pangan". Kata Rahmah
Selain kalangan LSM, lokakarya juga menghadirkan komisi III DPRD Kabupaten Bima yang membidangi Kebencanaan. Edy Muhlis, S.Sos mewakili Ketua Komisi III DPRD dalam pemaparannya menyampaikan, "berkaitan masalah bencana alam, bukan hanya tanggung jawab BPBD dan Dinas Sosial, tapi semua pihak. Karena itu ada hal-hal yang perlu diperhatikan dan perlu upaya komprehensif, seperti perlunya koordinasi intensif. Ini penting agar ketika ada bencana semua komponen bergerak". Terang mantan jurnalis ini.
Dalam penanganan bencana, maka manajemen pra bencana menjadi penting untuk ditangani, dan ini perlu koordinasi lintas sektoral seperti dengan dinas PU yang menangani infrastruktur". Jelas Edy.
Edy menambahkan, "Instansi terkait perlu melakukan kajian sesuai Tupoksi dan harus ada output sehingga Legislatif tidak ragu-ragu mengalokasikan anggaran untuk penanganan kebencanaan. Bila ada database, maka akan mudah untuk dibahas dan dikoordinasikan lintas sektor, dalam penanganan komisi III DPRD membuka diri dalam membahas aspek penanganan bencana". Tutup Edy Muhlis.
Melalui BMKG akan diketahui pola curah hujan dan pemaparan aspek klimatologi oleh pakar ITB DR. Arni Susandi, MT dan Daryatmo dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Daryatmo menyampaikan, "Bila vegetasi berubah maka iklim juga akan berubah, tapi dengan membuat rekayasa skala mikro iklim pada wilayah tertentu maka hal ini akan membantu mengurangi situasi ekstrim iklim yang kemungkinan akan terjadi". Jelasnya.