KM. Portal Himpas, - Komite Perjuangan Rakyat (KPR) NTB,
Cabang Bima melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan
Monta, Selasa (11/11). Aksi yang dilakukan oleh puluhan orang ini menuntut
transpanransi biaya nikah dan dugaan pungli yang dilakukan oleh oknum Petugas
Pembantu Pencatat Nikah (P3N) sebelum pemberlakukan PP 48 Tahun 2014.
Massa yang menggunkan mobil bak terbuka warna hitam itu mulai berorasi
sekitar pukul 10.00 WITA. Sedangkan untuk mencegah terjadinya kericuhan sejumlah
pihak keamana seperti Pol. PP dan pihak Kepolisian terlihat bersiagan di
sekitar lokasi. Setelah berorasi selama 20 menit kemudian masa KPR diterima
oleh Kepala KUA Monta untuk melakukan audiensi di salahsatu ruangan kantor
tersebut.
Dalam audiensi, perwakilan massa meminta penjelasan mengenai transparasi
biaya nikah yang dilakukan lembaga ini sejak tahun 2011 hingga 2014. Tuntutan
lain meminta agar buku nikah warga yang telah melunasi administrasi dan syarat
lainnya agar segera diserahkan kepada pemiliknya dan bagi oknum yang melanggar
agar segera ditindak secara hukum maupun secara kelembagaan.
Menanggapi tuntutan perwakilan KPR, Kepala KUA Kecamatan Monta, Drs
Syarifuddin menjelaskan, terkait biaya nikah sebelum pemberlakukan PP 48 Tahun
2014 adalah sebesar 30 ribu rupiah dan berlaku hingga akhir tahun 2013. Pada saat
itu P3N yang diangkat oleh masyarakat dan kepala desa tidak mungkin dapat
menyelesaikan dan mengurus nikah dengan biaya sebesar 30 ribu rupiah, sehingga
biaya itu ditentukan oleh masing-masing desa.
Setelah diberlakukannya PP 48 tahun 2014 kemudian semua P3N dihapus dengan
ketentuan pelaksanaan dan biaya akad nikah dilakukan dengan dua cara yaitu
pertaman di luar balai nikah dikenakan biaya 600 ribu rupiah yang dibayarkan
melalui Bank dan yang kedua, di dalam
balai nikah atau di kantor KUA tidak dikenakan biaya. Hingga hari ini kami juga
tidak mengetahui secara jelas uang 600 ribu itu digunakan untuk apa, atau kapan diberikan kepada kami dan bagaimana,
kami belum tau?
Sehingga pelaksanaan akad nikah yang kami layani mulai dari dalam hingga keluar
kantor adalah dalam memenuhi tugas kami karena itu adalah kebutuhan masyarakat sekaligus
bagian tugas yang kami emban. “Karena memang biaya nikah yang masuk ke Bank selama
ini, sampai hari ini tidak pernah kami terima satu sen pun,” ujarnya.
Kemudian terkait permintaan transparansi dari tahun 2011 hingga 2013 tidak mungkin kami penuhi karena itu masih menyangkut
persoalan P3N yang dulu sebelum pemberlakuan PP 48 Tahun 2014. “Kecuali memang kami
bisa mendaptkan data warga yang belum memiliki buku oleh siapa P3N nya, kemana
setorannya, akan kami lacak dan cari tahu hal ini,” katanya.
Setelah melakukan audiensi lebih kurang selama 20 menit akhirnya perwakilan
KPN NTB menerima hasil penjelasan yang disampaikan oleh pihak KUA dan kedua
belah pihak sama-sama sepakat untuk mengusut
kasus ini.
Koordinator aksi, Dedi Rosadi yang ditemui usai melakukan audiensi mengatakan,
tuntutan mendasar dari aksi ini adalah meminta transparansi biaya nikah dan
dugaan adanya pungli yang dilakukan oleh beberapa oknum petugas sebelum
pemberlakuan PP 48 Tahun 2014. Karena hingga hari ini masih banyak warga yang telah
menikah secara prosedural, namun belum menerima buku nikah dari petugas. “Untuk
itu dengan adanya masalah ini kami meminta tanggung jawab KUA karena secara
kelembagaan P3N saat itu berada di bawah naungannya KUA,” kata pemuda asal Desa
Waro ini.[AL]