Gambaran Singkat Pemilihan Umum 2014 di Indonesia

Tuesday, 3 December 20130 comments

Pengenalan 

Pemilu Indonesia mungkin adalah kegiatan kepemiluan paling kompleks di dunia: Empat juta petugas di 550.000 TPS, yang tersebar di berbagai penjuru sebuah negara yang terdiri atas 17.000 pulau, bertugas mengelola 775 juta surat suara dengan 2.450 desain yang berbeda untuk memfasilitasi pemilihan 19.700 kandidat dalam satu Pemilu presiden dan 532 dewan perwakilan di tingkat nasional dan daerah. 

Indonesia telah melaksanakan pemilihan umum sebanyak tiga kali – 1999, 2004, dan 2009 – sejak kembali ke bentuk demokrasi. Kualitas penyelenggaraan Pemilu 1999 dan 2004 mengalami kemajuan yang baik, namun terjadinya skandal besar pengadaan, tidak berfungsinya undang-undang kepemiluan, dan komisi pemilihan umum yang mengalami banyak permasalahan berujung kepada Pemilu 2009 yang kualitasnya jauh di bawah standar – diselamatkan terutama oleh selisih perolehan suara yang signifikan dan meyakinkan. Dilatari oleh bermasalahnya Pemilu 2009, harapan dan risiko dalam penyelenggaraan Pemilu 2014 yang akan datang sangatlah signifikan dan merupakan sebuah tantangan besar yang harus dihadapi oleh 2.659 orang komisioner yang baru dipilih di tingkat nasional dan daerah. 

Pelaksanaan pemilu legislatif tingkat nasional dan daerah dijadwalkan pada tanggal 9 April 2014. Pemilu presiden dijadwalkan untuk dilaksanakan pada bulan Juli 2014, dan, jika ronde kedua harus dilaksanakan, hal tersebut akan diadakan pada bulan September 2014. Pemilu presiden dan legislatif dilaksanakan tiap lima tahun, namun pemilihan kepala eksekutif tingkat sub-nasional/daerah (Pemilihan Kepala Daerah atau Pemilukada) dilaksanakan secara terputus di berbagai bagian Indonesia setiap waktu. Di Indonesia, akan selalu ada Pemilukada yang berlangsung. 

Dalam hal jumlah pemilih, pemilihan umum nasional di Indonesia adalah pemilu-satu-hari kedua terbesar di dunia – nomor dua setelah Amerika Serikat. Menurut sensus nasional April 2010, total populasi Indonesia saat ini adalah 237,56 juta jiwa. Batas umur minimal sebagai pemilih adalah 17 tahun (pada hari pemilihan) atau usia berapapun asalkan telah/pernah menikah. Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk Pemilu 2014 yang telah ditetapkan pada tanggal 4 November 2013 berisi 186,61 juta pemilih yang terdaftar. Dalam Pemilu 2009, terdapat 171 juta pemilih terdaftar namun hanya 122 juta pemilih yang menggunakan hak pilihnya – menunjukkan tingkat partisipasi pemilih sebesar 71 persen – sebuah penurunan drastis dari tingkat partisipasi 93 persen pada Pemilu 1999 dan 84 persen pada Pemilu 2004. Kendati demikian, penurunan tingkat partisipasi bukanlah hal yang aneh bagi sebuah demokrasi yang baru berdiri. 

Kerangka Hukum 

Indonesia merupakan sebuah Republik Perwakilan dimana Presiden merupakan kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Konstitusi Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), merupakan landasan untuk sistem pemerintahan negara dan yang memisahkan secara terbatas kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif. 

Kejatuhan Soeharto pada tahun 1998 dan permulaan gerakan Reformasi menghasilkan amandemen yang signifikan terhadap Konstitusi tersebut, yang mempengaruhi ketiga kekuasaan pemerintah, menambahkan klausa hak-hak asasi manusia yang penting, dan memperkenalkan pertama kali konsep “pemilu” ke dalam konstitusi. 

Kerangka hukum legislatif yang mengatur perwakilan demokratis merupakan hal yang rumit dan menyangkut beberapa undang-undang: 

  • Undang-Undang 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum 
  • Undang-Undang 8/2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 
  • Undang-Undang 42/2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden[1] 
  • Undang-Undang 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah (mencakup pemilu kepala daerah)[2] 
  • Undang-Undang 2/2011 tentang Partai Politik 
  • Undang-Undang 27/2009 tentang Majelis Permusyarawatan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat , Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 

Pemilihan Umum Legislatif 

Pada 9 April 2014 akan dilangsungkan Pemilu untuk memilih para anggota dewan perwakilan rakyat tingkat nasional dan anggota dewan perwakilan rakyat tingkat daerah untuk 33[3] provinsi dan 497 kabupaten/kota.

Di Indonesia ,terdapat dua lembaga legislatif nasional: Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). DPR merupakan badan yang sudah ada yang didirikan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dan DPD, yang dibentuk pada tahun 2001 adalah lembaga perwakilan jenis baru yang secara konstitusional dibentuk melalui amandemen UUD sebagai pergerakan menujubicameralism di Indonesia. Akan tetapi, hanya DPR yang melaksanakan fungsi legislatif secara penuh; DPD memiliki mandat yang lebih terbatas[4]. Gabungan kedua lembaga ini disebut Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Perwakilan baik dari DPR maupun DPD dipilih untuk jangka waktu lima tahun. 

DPR terdiri dari 560 anggota yang berasal dari 77 daerah pemilihan berwakil majemuk (multi-member electoral districts) yang memiliki tiga sampai sepuluh kursi per daerah pemilihan (tergantung populasi penduduk dapil terkait) yang dipilih melalui sistem proporsional terbuka. Ambang batas parlemen sebesar 3,5 persen berlaku hanya untuk DPR dan tidak berlaku untuk DPRD. Tiap pemilih akan menerima satu surat suara untuk pemilihan anggota DPR yang berisi semua partai politik dan calon legislatif yang mencalonkan diri dalam daerah pemilihan di mana pemilih tersebut berada. Pemilih kemudian, menggunakan paku, mencoblos satu lubang pada nama kandidat atau gambar partai politik yang dipilih, atau keduanya (jika mencoblos dua lubang, gambar partai yang dicoblos haruslah partai yang mengusung kandidat yang dicoblos, kalau tidak demikian maka surat suara tersebut akan dianggap tidak sah). 

DPD memiliki 132 perwakilan, yang terdiri dari empat orang dari masing-masing provinsi (dengan jumlah provinsi 33), yang dipilih melalui sistem mayoritarian dengan varian distrik berwakil banyak (single non-transferable vote, SNTV). Tiap pemilih menerima satu surat suara untuk pemilihan anggota DPD yang berisi semua calon independen yang mencalonkan diri di provinsi di mana pemilih tersebut berada. Pemilih kemudian, menggunakan paku, mencoblos satu lubang pada nama kandidat yang dipilih. Empat kandidat yang memperoleh suara terbanyak di tiap provinsi akan kemudian terpilih menjadi anggota DPD. 

DPRD Provinsi (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi) dipilih di 33 provinsi, masing masing dengan jumlah 35 sampai 100 anggota, tergantung populasi penduduk provinsi yang bersangkutan. 

Untuk Pemilu 2014, di tingkat provinsi terdapat 2.112 kursi yang diperebutkan dalam 259 daerah pemilihan berwakil majemuk yang memiliki 3 hingga 12 kursi (tergantung populasi). 497 DPRD Kabupaten/Kota, yang masing-masing terdiri atas 20 sampai 50 anggota tergantung populasi penduduk kabupaten/kota yang bersangkutan, dipilih di tiap kabupaten/kota. Dalam pemerintahan daerah, di bawah tingkat provinsi terdapat 410 kabupaten (pada umumnya pedesaan) dan 98 kota (pada umumnya perkotaan), dan 497[5] dari seluruh kabupaten/kota tersebut akan memilih anggota DPRD masing-masing dalam Pemilu 2014. Untuk Pemilu Legislatif 2014, pada tingkat kabupaten/kota, terdapat 16.895 kursi di 2.102 daerah pemilihan berwakil majemuk yang memiliki 3 hingga 12 kursi. 

Para anggota legislatif di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota terpilih untuk menempuh masa jabatan selama lima tahun, dimulai pada hari yang sama, melalui sistem perwakilan proporsional terbuka yang sama dengan sistem DPR sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, namun tanpa penerapan ambang batas parlementer. Dalam prakteknya, ini berarti bahwa tiap pemilih di Indonesia akan menerima empat jenis surat suara yang berbeda pada tanggal 9 April 2014, yakni surat suara DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota[6]. 

Alokasi Kursi DPR: Pada Pemilu 2009, alokasi kursi untuk DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota merupakan proses rumit yang berujung pada kesalahan dan kemudian revisi alokasi kursi yang cukup memalukan. Dalam UU Pemilu Legislatif yang saat ini berlaku (UU 8/2012), proses alokasi kursi telah disederhanakan menjadi dua tahap saja. Untuk menghitung alokasi kursi, Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan pertama-tama menentukan Bilangan Pembagi Pemilih (BPP) bagi tiap daerah pemilihan. BPP adalah jumlah suara sah yang diterima dalam sebuah daerah pemilihan, dibagi dengan jumlah kursi yang tersedia bagi daerah pemilihan tersebut. Sebuah partai politik mendapatkan satu kursi setiap kali jumlah suara yang diperoleh partai tersebut mencapai BPP. Misalnya, jika BPP sebuah dapil adalah 1500 dan partai A menerima 5000 suara, partai tersebut akan mendapatkan tiga kursi dalam alokasi kursi tahap pertama. Kemudian, pada tahap kedua, kursi yang tersisa di daerah pemilihan tersebut dialokasikan bagi partai politik dengan sisa suara terbesar (sisa suara adalah total perolehan suara partai dikurangi suara yang digunakan untuk mendapatkan kursi di penghitungan tahap pertama). Misalnya: BPP dalam sebuah dapil dengan 5 kursi yang diperebutkan oleh dua partai adalah 1500; Partai A memperoleh 5000 suara sehingga mendapatkan tiga kursi di tahap pertama, dan Partai B memperoleh 2500 suara sehingga mendapatkan satu kursi di tahap pertama; sisa suara Partai A adalah 500 dan sisa suara partai B adalah 1000; dengan demikian, karena sisa suaranya lebih besar, Partai B mendapatkan satu kursi terakhir di alokasi kursi tahap kedua ini. Jika ada dua partai atau lebih yang memiliki sisa suara sejumlah sama besar untuk satu kursi yang tersisa, kursi tersebut akan didapatkan oleh partai politik yang persebaran geografis perolehan suaranya lebih luas. Saat jumlah kursi yang didapatkan oleh partai-partai politik sudah ditentukan, kursi tersebut diisi oleh calon legislatif yang mencalonkan diri atas nama partai terkait di daerah pemilihan yang dimaksud dan berhasil mendapatkan perolehan suara terbanyak. Untuk 77 daerah pemilihan dalam Pemilu Anggota DPR, partai politik yang perolehan suaranya tidak mencapai 3,5 persen suara sah tidak diikutsertakan dalam proses alokasi kursi. Partai yang belum mencapai 3,5 persen suara sah dalam Pemilu Anggota DPR masih dapat mendapatkan kursi di DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.

Kuota Gender: Pada Pemilu 2004, UU Pemilu menyarankan agar 30 persen dari daftar calon yang diajukan masing-masing partai politik peserta pemilu adalah calon perempuan. 14 dari 24 partai politik peserta Pemilu 2004 berhasil memenuhi kuota yang disarankan, sehingga 11.6 persen anggota DPR terpilih dan 22 persen anggota DPD terpilih adalah perempuan. Pada Pemilu Legislatif 2009, ketentuan tentang kuota gender sedikit lebih ketat. Tiap partai politik peserta pemilu diwajibkan untuk memiliki minimal 30 persen calon perempuan dalam daftar calon yang diajukan dan harus ada setidaknya satu calon perempuan dalam setiap tiga calon secara berurutan dari awal daftar (disebut juga sistem ‘ritsleting’ atau ‘zipper’). Jika ketentuan kuota minimal 30 persen calon perempuan ini gagal dipenuhi, diterapkan sanksi administratif; akan tetapi, tidak ada sanksi yang diterapkan jika gagal memenuhi sistem zipper. Pada Pemilu 2009, 101 orang (17,86 persen) anggota DPR terpilih adalah perempuan (saat ini hanya terdapat 103 anggota DPR perempuan disebabkan oleh penggantian sementara anggota legislatif). Untuk Pemilu 2014, UU 8/2012 mempertahankan diwajibkannya kuota minimal 30 persen calon perempuan untuk daftar calon yang diajukan dan satu calon perempuan dalam setiap tiga calon secara berurutan dari awal daftar calon. Kedua ketentuan ini sekarang memiliki ancaman sanksi jika gagal dipenuhi – partai politik yang gagal memenuhi kuota tersebut akan dicabut haknya sebagai peserta pemilu di daerah pemilihan di mana kuota tersebut gagal dipenuhi. Dalam proses pendaftaran calon di KPU, semua partai politik peserta pemilu tingkat nasional berhasil memenuhi ketentuan-ketentuan tersebut. Daftar calon sementara yang telah disusun berisi 2.434 calon perempuan, atau lebih sedikit dari 37 persen, dari total calon sebanyak 6.576 orang. Diharuskannya ada satu calon perempuan dalam setiap tiga calon secara berurutan dari awal daftar di surat suara tidak menjamin keterwakilan perempuan, karena kursi yang berhasil didapatkan oleh sebuah partai politik akan dialokasikan bagi calon dari partai tersebut yang memperoleh suara terbanyak tanpa memperdulikan jenis kelamin calon. Jika Partai A memenangkan tiga kursi dan tiga calon Partai A yang memperoleh suara terbanyak semuanya laki-laki, Partai A tidak akan memiliki wakil perempuan di daerah pemilihan tersebut.

Pemilihan Umum Presiden 

Presiden adalah pemimpin kekuasaan eksekutif dan dapat dipilih sebanyak-banyaknya dua kali untuk jangka waktu masing-masing lima tahun. Sebuah partai politik atau koalisi partai politik yang memenangkan 25 persen suara sah atau memperoleh paling sedikit 20 persen kursi DPR dapat mengajukan calon untuk pasangan Presiden dan Wakil Presiden. Pemilihan umum Presiden diadakan setelah Pemilu legislatif guna memastikan pemenuhan persyaratan diatas dalam mencalonkan diri menjadi Presiden. Pasangan Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Presiden saat ini, Susilo Bambang Yudhoyono, terpilih untuk kedua dan terakhir kalinya pada putaran pertama dalam pemilihan umum tahun 2009 dengan perolehan 60,8 persen dari jumlah suara.

Pemilu Presiden akan dilaksanakan pada bulan Juli 2014. Tanggal pastinya akan ditetapkan oleh komisi pemilihan umum dalam waktu dekat. Jika seorang kandidat tidak mencapai mayoritas absolut pada putaran pertama, putaran kedua antara dua kandidat yang memperoleh suara terbanyak akan diselenggarakan pada bulan September 2014.

Pemilihan Umum Kepala Daerah 

Struktur pemerintahan daerah di Indonesia dibagi menjadi 34 provinsi yang terdiri atas 508 kabupaten (pedesaan) dan kota (perkotaan), 6.994 kecamatan, dan 81.253 kelurahan (perkotaan) dan desa (pedesaan).

Pemilihan umum daerah yang resmi diselenggarakan oleh komisi pemilihan umum disebut Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau Pemilukada. Pemilukada adalah pemilihan umum terputus (staggered) untuk memilih kepala dan wakil kepala eksekutif di 33 provinsi (kecuali Yogyakarta, lihat paragraf selanjutnya) dan di 502 kabupaten/kota. Berbagai Pemilukada dilaksanakan setiap waktu.Di Indonesia, akan selalu ada Pemilukada yang berlangsung. Lima provinsi memiliki status khusus yang memungkinkan diberlakukannya berbagai variasi undang-undang kepemiluan: Aceh atas penggunaan hukum syariah di tingkat lokal dan keberadaan partai politik lokal, Yogyakarta sebagai sebuah kesultanan, Papua dan Papua Barat sebagai daerah otonomi khusus, dan Jakarta sebagai daerah khusus ibukota. Pada tahun 2012, pemerintah menetapkan undang-undang otonomi khusus bagi Yogyakarta yang menetapkan Sultan Yogyakarta sebagai gubernur provinsi tersebut.

Pemilukada Provinsi: Kepala eksekutif sebuah provinsi adalah gubernur, dibantu oleh wakil gubernur. Gubernur dan wakil gubernur dipilih sebagai pasangan untuk masa jabatan lima tahun dengan mayoritas relatif minimal 30 persen dari jumlah suara yang ada (50 persen untuk Jakarta). Jika mayoritas relatif ini tidak tercapai, putaran kedua antara dua kandidat yang memperoleh suara terbesar akan diselenggarakan.

Pemilukada Kabupaten/Kota: Kepala eksekutif sebuah kabupaten (daerah pedesaan) adalah Bupati, dan kepala eksekutif sebuah kota (daerah perkotaan) adalah Walikota. Bupati atau Walikota, beserta wakilnya, dipilih sebagai pasangan untuk masa jabatan lima tahun dengan mayoritas relatif minimal 30 persen dari jumlah suara yang ada. Pemilukada Kabupaten/Kota kadang-kadang diselenggarakan serentak pada hari yang sama dengan Pemilukada Provinsi, namun sering juga pada hari yang berbeda.

Penunjukan Camat: Sub-divisi administratif dari 508 Kabupaten/Kota tersebut adalah kecamatan yang totalnya berjumlah 6.994. Kepala Kecamatan (Camat) ditunjuk oleh Bupati/Walikota di tingkat kabupaten/kota.

Penunjukan Lurah dan Pemilukada Desa: Desa, dalam hierarki administratif, adalah sub-bagian kecamatan, dan merupakan tingkat pemerintahan administratif terendah di Indonesia. Di Indonesia, terdapat 8.309 kelurahan (di bawah kota) dan 72.944 desa (di bawah kabupaten). Kepala kelurahan, disebut Lurah, adalah pegawai negeri yang ditunjuk oleh Camat. Berbeda dengan Lurah, Kepala Desa adalah warga negara yang secara langsung dipilih oleh warga desa dalam pemilihan umum yang sifatnya informal dan diorganisir secara lokal. Pemilihan umum ini dilaksanakan secara terputus untuk masa jabatan enam tahun.

Partai Politik dan Kandidat 

Indonesia menggunakan sistem multi-partai. Menurut catatan Kementrian Hukum dan Hak Azasi, terdapat 73 partai politik yang terdaftar secara sah. UU 8/2012 mewajibkan masing-masing partai politik untuk mengikuti proses pendaftaran dan verifikasi yang dilaksanakan oleh KPU untuk mengikuti sebuah Pemilu. Pada Pemilu 2009, terdapat 38 partai politik nasional dan enam partai politik Aceh yang bersaing hanya untuk daerah Aceh. Sembilan partai politik mendapatkan kursi di DPR. Setelah Pemilu 2009, sembilan partai politik ini mengamandemen undang-undang Pemilu Legislatif dan menetapkan batas yang jauh lebih tinggi untuk mendaftarkan, berpartisipasi, dan memenangkan pemilihan umum. Batas-batas ini, sangat tinggi bahkan kalau diukur menggunakan standar internasional, termasuk aturan bahwa partai politik harus memiliki kantor cabang (yang sifatnya permanen) di 33 provinsi, kantor cabang (yang sifatnya permanen) di setidaknya 75 persen kabupaten/kota tiap provinsi, dan kantor cabang (tidak harus permanen) di setidaknya 50 persen kecamatan dalam kabupaten/kota tersebut. Untuk Pemilu 2014, 46 partai politik mendaftarkan diri, namun hanya dua belas partai politik nasional dan tiga partai politik lokal (hanya boleh bersaing melawan parpol nasional di Aceh) yang sukses melewati proses pendaftaran dan mendapatkan tempat di surat suara. Berikut adalah dua belas partai tersebut berdasarkan nomor urut bersama informasi mengenai jumlah suara yang diperoleh pada Pemilu 2009.
  1. NasDem – Partai Nasional Demokrat (partai politik baru) 
  2. PKB – Partai Kebangkitan nasional (memperoleh 4,95 persen suara/27 kursi di DPR) 
  3. PKS – Partai Keadilan Sejahtera (memperoleh 7,89 persen suara/57 kursi di DPR) 
  4. PDI-P – Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (memperoleh 14,01 persen suara/95 kursi di DPR) 
  5. Golkar – Partai Golongan Karya (memperoleh 14,45 persen suara/107 kursi di DPR) 
  6. Gerindra – Partai Gerakan Indonesia Raya (memperoleh 4,46 persen suara/26 kursi di DPR) 
  7. PD – Partai Demokrat (memperoleh 20,81 persen suara/150 kursi di DPR, merupakan partai dari presiden Republik Indonesia saat ini) 
  8. PAN – Partai Amanat Nasional (memperoleh 6,03 persen suara/43 kursi di DPR) 
  9. PPP – Partai Persatuan Pembangunan (memperoleh 5,33 persen suara/33 kursi di DPR) 
  10. Hanura – Partai Hati Nurani Rakyat (memperoleh 3,77 persen suara/18 kursi di DPR) 
  11. PDA – Partai Damai Aceh (partai politik baru, hanya bersaing di Aceh) 
  12. PNA – Partai Nasional Aceh (partai politik baru, hanya bersaing di Aceh) 
  13. PA – Partai Aceh (hanya bersaing di Aceh; memperoleh 43,9 persen suara/33 kursi di DPRD Provinsi Aceh) 
  14. PBB – Partai Bulan Bintang (tidak berhasil memperoleh kursi di DPR) 
  15. PKPI – Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (tidak berhasil memperoleh kursi di DPR) 
Calon independen hanya diperbolehkan untuk bersaing untuk 132 kursi DPD dan gubernur, bupati, walikota, dan kepala desa. Partai politik memiliki keterbatasan demokrasi internal dan karenanya, secara umum, calon partai ditentukan oleh sekelompok kecil elit partai.

Penyelenggara Pemilihan Umum 

Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU) adalah lembaga konstitutional independen yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pemilihan umum nasional dan lokal sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang No. 15/2011. KPU saat ini terdiri dari 7 anggota (enam laki-laki; satu perempuan) yang dipilih melalui proses seleksi yang ketat dan kemudian dilantik oleh Presiden pada 12 April 2012 untuk jangka waktu lima tahun. Ketua KPU, Husni Kamil Manik, terpilih untuk masa jabatan lima tahun melalui pemungutan suara tertutup dalam rapat pleno yang pertama kali KPU laksanakan setelah terpilih. Enam anggota lainnya adalah Ida Budhiati, Sigit Pamungkas, Arief Budiman, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, Hadar Nafis Gumay, dan Juri Ardiantoro.

Sekretariat KPU, dipimpin oleh Sekretaris Jenderal, merupakan perpanjangan tangan eksekutif dari KPU yang bertanggung jawab untuk administrasi organisasi di tingkat nasional. Sekretaris Jenderal biasanya dicalonkan oleh KPU dan kemudian ditunjuk untuk jangka waktu lima tahun oleh Presiden. Pada 1 Februari 2013, KPU menunjuk Arif Rahman Hakim sebagai Sekretaris Jenderal yang baru. Sejak tahun 2007, KPU telah mampu merekrut pegawai negeri sipil sebagai staf mereka. Sebelum tahun 2007, sebagian besar stafnya merupakan staf pindahan dari Kementerian Dalam Negeri.

Struktur KPU dan Sekretariat provinsi mengikuti struktur di tingkat nasional: seluruh provinsi hanya memiliki lima anggota kecuali Aceh, yang memiliki tujuh. KPU memiliki 13.915 staf di 531 kantor di seluruh Indonesia.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) merupakan lembaga yang bertanggung jawab mengawasi agar gugatan terkait pemilu ditujukan kepada badan yang tepat dan diselesaikan secara benar; secara umum, pelanggaran bersifat kriminal dirujuk kepada polisi dan pengadilan biasa, dan pelanggaran administrasi kepada KPU. UU 8/2012 tentang Pemilihan Umum Legislatif memberikan Bawaslu wewenang pemutusan perkara dalam sengketa antara KPU dan peserta Pemilu. Putusan Bawaslu bersifat final terkecuali untuk hal-hal terkait pendaftaran partai politik dan calon legislatif peserta pemilu. Pelanggaran serius yang mempengaruhi hasil pemilu diajukan secara langsung kepada Mahkamah Konstitusi. Ketentuan dalam UU 15/2011 mengatur bahwa Bawaslu dan KPU adalah lembaga yang setara dan terpisah. Anggota Bawaslu dipilih oleh komite seleksi yang sama dengan komite yang memilih anggota KPU. Terdapat lima anggota tetap Bawaslu di tingkat nasional. Rekan sejawat Bawaslu di tingkat provinsi, Bawaslu Provinsi, adalah lembaga yang sekarang sudah bersifat permanen dan beranggotakan tiga orang. Turun dari tingkat provinsi, keanggotaannya bersifat sementara dan terdiri atas tiga anggota di tingkat provinsi, tiga di tingkat kabupaten/kota, tiga di tingkat kecamatan dan satu pengawas lapangan di setiap kelurahan/desa. Badan pengawas semacam ini adalah khas Indonesia.

UU 15/2011 juga menetapkan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). DKPP adalah dewan etika tingkat nasional yang ditetapkan untuk memeriksa dan memutuskan gugatan dan/atau laporan terkait tuduhan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota KPU atau Bawaslu. DKPP ditetapkan dua bulan setelah sumpah jabatan anggota KPU dan Bawaslu untuk masa jabatan selama lima tahun, dan terdiri atas seorang perwakilan KPU, seorang perwakilan Bawaslu, dan lima pemimpin masyarakat. Saat ini, anggota DKPP adalah H. Jimly Asshiddiqie (Ketua), Ida Budhiati, Nelson Simanjuntak, Abdul Bari Azed, Valina Singka Subekti, Saut Hamonangan Sirait, dan Nur Hidayat Sardini. DKPP, sebuah jenis lembaga penyelenggara pemilu yang hanya ada di Indonesia, bertugas untuk memastikan bahwa kerja anggota KPU dan Bawaslu memenuhi kode etik bersama dan memiliki kewenangan untuk merekomendasikan pemberhentian seorang anggota komisi/badan pengawas. Keputusan DKPP bersifat final dan mengikat.

  1. Setelah perdebatan panjang di DPR, tidak tercapai kata sepakat tentang amandemen UU ini, sehingga kemungkinan besar versi 2008 akan digunakan dalam Pemilu 2014. Hal ini seharusnya bukanlah isu besar
  2. Rancangan Undang-Undang ini sedang dibahas di DPR dan ditargetkan untuk disahkan pada akhir tahun 2013. 
  3. Pada bulan Maret 2013, Pemerintah secara resmi mengumumkan dibentuknya Kalimantan Utara sebagai provinsi ke-34. Kendati demikian, pemetaan daerah pemilihan yang lama, berdasarkan 33 provinsi, akan tetap digunakan dalam Pemilu 2014. Perwakilan Kalimantan Utara di DPD dan DPR akan dipilih dalam Pemilu 2019; sementara anggota DPRD Provinsi, Kabupaten, dan Kota di Kalimantan Utara akan ditentukan dari hasil Pemilu 2014. Perwakilan provinsi asal, yakni Kalimantan Timur, akan meneruskan tugasnya mewakilkan kepentingan Kalimantan Utara hingga Pemilu 2019. 
  4. Otoritas DPD dalam penyusunan undang-undang hanya terbatas pada otonomi daerah, pemekaran daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan kebijakan moneter pusat dan daerah. 
  5. Angka ini tidak menyertakan enam kabupaten/kota di Jakarta yang tidak memiliki DPRD dan lima kabupaten/kota di provinsi ke-34, Kalimantan Utara, yang DPRD-nya baru akan dipilih pada tahun 2019
  6. Untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, pemilih hanya menerima tiga jenis surat suara karena Ibukota tidak memiliki DPRD Kab/Kota.
Share this article :
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. KAMPUNG MEDIA PORTAL HIMPAS - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger