Oleh: Ridwan Himpas
Sejarah atau history diibaratkan seperti mata rantai apabila salah satu dari mata rantai
itu putus maka akan putus semua, sejarah dapat menguak masa lalu tetang suatu
tempat dan wilayah tertentu yang memiliki nilai dan makna tersendiri.
Pada
hakikatnya prinsip hidup masyarakat lampau bersifat nomaden serta menganut
kepercayaan animisme dan dinamisme atau lebih spektakuler dipahami oleh
masyarakat suku Bima pada umumnya yaitu makamba makimbi (mempercayai bahwa
tempat-tempat tertentu memiliki kekuatan gaib dan dianggap sakral seperti
batu-batu besar, pohon, keris, dll).
Secara
administratif Dusun Diha merupakan suatu wilayah yang ada di Desa Sie Kec.
Monta yang sebelumnya tidak serta merta langsung tinggal di wilayah tersebut, tapi
ada misteri yang perlu dipelajari oleh generasi, sehingga Insan generasi Dusun Diha memahami jati dirinya.
Adapun yang tinggal dan menetap di sini
merupakan pendatang dari berbagai wilayah yang memiliki karakteristik beragam,
dengan alasan untuk bercocok tanaman baik berupa padi, kedalai, jagung, ubi
kayu dll. Pada tahun 1930 diberilah sebuah nama dusu ini sebagai nama Diha, karena
pada saat itu didominasi oleh orang-orang Ncera dan dincerapun ada yang namanya
sebuah dusun yaitu Dusun Diha, maka diadopsilah nama Dusun tersebut.
Dusun
ini memeliki tradisi walaupun tidak jauh beda dengan tradisi-tradisi kampung
lain, setiap ada acara-acara ritual Keagamaan seperti Sunat/khitan, dan Perkawina
dalam rangka menghibur para tamu yang datang keberbagai desa yang diundang oleh
keluarga yang berhajad. Pada saat sunat akan
diadakan MAKA, sedangkan pada saat Pernikahan diadakan KALERO.
Budaya-budaya
Kalero dan Maka tersebur sudah terkuras dikarenakan masyarakat melanjutkan wasiat
rutinitas petua terdahulu, ataukah memang masyarakat sibuk dengan pekerjaan
masing-masing sehingga budaya tersebut tidak lagi digunakan.
Disisi
lain dusun Diha memiliki tempat yang unik ada sebuah batu besar yang memiliki
tiga (3) trowongan pada jaman dulu kata H. Ibrahim dihuni oleh Ncuhi Laraji.
Ncuhi Laraji ini masih melekat di masyarakat meliki kekuatan yang sakral.
Dilain tempat diha memiliki
tempat-tempat yang ideal untuk dijadikan tempat wisata karna dilihat dari lahan
yang masih kosong dengan mata Air memadai, disitu terdapat dua tempat yang biasa dijadikan obyek wisata masyarakat sekitarnya yaitu kalatembira
dengan diwutera, namun sampai sekarang belum dimamfaatkan secara optimal.
“sejarah adalah kebenaran dan kebenaran
yang absolud adalah merupakan suatu ilmu pengetahuan”